Selasa, 07 Februari 2017

pencernaan karbohidrat pada ternak



KATA PENGATAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Allah Subhanahuwata’alaa, atas rahmatdan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “PENCERNAAN ZAT – ZAT MAKANAN SATWA HARAPAN”. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Ilmu Nutrisi Satwa Harapan. Serta untuk mendalami pemahaman mengenai bagaimana sistem pencernaan zat – zat nutrisi ternak satwa harapan.
Kami sebagai penulis merasa bahwa dalam menyusun makalah ini masih menemui beberapa kesulitan dan hambatan, sehingga makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan lainnya, maka dari itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.
Akhir kata, mudah-mudahan Allah Subhanahuwata’alaa senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan membalas segala amal serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini dan mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang yang membaca.







Payakumbuh, Februari 2017



Penulis

DAFTAR ISI
Hal
COVER..................................................................................................... 1
KATA PENGATAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................. 3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................. 4
1.2. Tujuan............................................................................................... 4
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Pencernaan Karbohidrat................................................................... 5
2.1.1. Pencernaan Karbohidrat Pada Unggas........................................ 5
2.1.2. Pencernaan Karbohidrat Pada Ruminansia ................................ 6
2.2. Pencernaan Protein........................................................................... 8
2.2.1. Pencernaan Protein Pada Unggas................................................ 8
2.2.2. Pencernaan Protein Pada Ruminansia......................................... 9
2.3. Pencernaan Lemak.......................................................................... 10
2.4. Pencernaan Mineral........................................................................ 10
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan..................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 12











BAB I. PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Semua zat yang berasal dari tumbuhan dan hewan terdiri dari komponen kompleks yang tidak dapat digunakan secara langsung, maka diperlukan pemecahan agar menjadi komponen yang lebih sederhana. Digesti merupakan proses penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan yang terjadi dalam saluran pencernaan, yaitu agar dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Pada sistem pencernaan terdapat proses pencernaan mekanis, fermentatif dan enzimatik, fungsi utama pencernaan adalah memecah molekul kompleks dan molekul besar dalam makanan sehingga molekul itu dapat diserap dan digunakan tubuh. Fungsi sistem pencernaan antara lain : menerima makanan yang dimakan. Makanan direduksi secara fisis, reduksi yang lebih lanjut berlangsung secara kimia, menyerap hasil pencernaan, bahan buangan yang tidak dapat dicerna ditahan dan dibuang keluar tubuh.
Proses pencernaan makanan sangat penting sebelum makanan diabsorbsi atau diserap oleh dinding saluran pencernaan. Zat-zat makanan tidak dapat diserap dalam bentuk alami dan tidak berguna sebagai zat nutrisi sebelum proses pencernaan awal. Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian struktur alat pencernaan berbeda-beda pada berbagai jenis hewan, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya.

1.2.  Tujuan
1.        Mengetahui bagaimanana sistem pencernaan pada satwa harapan.
2.        Mengetahui proses pencernaan yang tejadi pada saluran pencernaan satwa harapan.
3.        Mengetahui enzim yang terdapat pada saluran perncernaan satwa harapan.





BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Pencernaan Karbohidrat
Karbohidrat didefinisikan sebagai zat yang mengandung atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat berasal dari kata karbon dan hidrat, karbon artinya adalah atom karbon dan hidrat adalah air.

2.1.1. Pencernaan Karbohidrat Pada Unggas
Pencernaan karbohidrat pada ayam dimulai dari tembolok yang mempunyai enzim alfa amilase yang berasal dari kelenjer ludah. Alfa- milase ini digunakan untuk memecah pati menjadi gula sederhana yaitu dekstrin dan maltosa. Di proventikulus tidak terjadi pencernaan pati karena ph diproventikulus rendah 2-4, begitu juga gizzard juga tidak terjadi pencernaan pati karena ph digizard hanya sekitar 2,6. Amilase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama dari usus halus (duo denum) yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin sederhana dan maltosa yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin sederhana dan maltosa. Enzim – enzim lainnya dalam usus halus yang berasal dari getah usus juga mencerna karbohidrat. Enzim – Enzim tersebut adalah sukrosa yang baru merobak sukrase menjadi glukosa dan fruktosa , maltase yang merombak maltosa menjadi glukosa dan laktase yang merombak laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Indriana, 2008).
Sebagian besar penyerapan merupakan suatu proses aktif dan bukan sekedar suatu proses yang pasif. Hal ini diperlihatkan dari kemampuan sel-sel epitel untuk menyerap secara selektif zat-zat seperti glukosa, galaktosa dan fruktosa dalam konsentrasi yang tidak sama. Glukosa diserap lebih cepat dari fruktosa, sepanjang epitelnya masih hidup dan tidak rusak. Akan tetapi, setelah unggas mati, ke tiga macam gula sederhana itu akan melintasi mukosa dengan kecepatan yang sama, karena yang bekerja hanyalah kekuatan fisik dalam bentuk penyerapan pasif. Glikogen suatu karbohidrat khas hewan, berfungsi sebagai simpanan jangka pendek, yang dapat dipergunakan secara cepat jika gula yang tersedia dalam darah atau tempat lain telah habis. Glikogen dapat disimpan dalam kebanyakan sel, terutama dalam sel-sel hati dan otot. Pada waktu darah dari saluran pencernaan melewati hati, kelebihan gula yang diserap dari usus diambil oleh sel hati dan diubah menjadi glikogen. Insulin yang dihasilkan oleh kelompok sel-sel endokrin pankreas, yaitu pulau Langerhans, mengontrol pengambilan glukosa oleh sel-sel dan sintesis glikogen. Peningkatan gula dalam darah merangsang sel-sel pankreas untuk memproduksi insulin.
Insulin diangkut melalui darah ke seluruh tubuh tempat hormon ini merangsang sintesis glikogen dalam sel otot dan hati. Reaksi kebalikannya, yaitu perombakan glikogen menjadi glukosa diatur oleh enzim pankreas, glukagon, dan oleh epinefrin. Tetapi sel-sel otot tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa-6-fosfat menjadi glukosa, sehingga glikogen otot hanya dapat dipergunakan sebagai penimbunan energi untuk sel otot. Setelah proses penyerapan melalui dinding usus halus, sebagian besar monosakarida dibawa oleh aliran darah ke hati. Di dalam hati, monosakarida mengalami proses sintesis menghasilkan glikogen, oksidasi menjadi CO2 dan H2O, atau dilepaskan untuk dibawa dengan aliran darah ke bagian tubuh yang memerlukannya. Sebagian lain, monosakarida dibawa langsung ke sel jaringan organ tertentu dan mengalami proses metabolisme lebih lanjut.

2.1.2. Pencernaan Karbohidrat Pada Ruminansia
Proses pencernaan karbohidrat pada ruminansia yang terjadi yang terjadi di dalam rumen oleh mikrooraganisme selanjutnya disebut fermentasi karbohidrat. Di dalam rumen tersebut, baik fraksi yang mudah tersedia (pati, dextrin, dan pektin) maupun fraksi serat (selulosa, hemiselosa) akan mengalami perombakan menjadi produk yang dapat diabsorbsi dan dicerna di dalam usus halus. Karbohidrat yang mencangkup isi sel (gula, pati) dan dinding sel (selulosa dan hemi selulosa) akan dicerna di dalam rumen oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme rumen menjadi gula sederhana. Mikroorganisme menggunakan gula sederhana ini sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan menghasilkan produk akhir yang dimanfaatkan oleh ternak induk semang. Produk akhir fermentasi karbohidrat meliputi asam lemak terbang(Volatille Fatty Acid = VFA) dan gas.

1) Asam Lemak Terbang (Volatille Fatty Acid = VFA)
Proses pencernaan karbohidrat melalui dua tahap, yaitu tahap perubahan karbohidrat menjadi gula sederhana melalui jalur glikolitik kemudian dihasilkan asam piruvat. Tahap kedua yaitu perubahan asam piruvat menjadi asam lemak terbang (Volatille Fatty Acid = VFA) melalui lintasan asetyl CoA untuk pembentukan asetat (C2) dan butirat (C4) sementara untuk pembentukan propionat melalui lintasan propional CoA atau lintasan sukcinil CoA. Selanjutnya diangkut ke hati dan ke seluruh jaringan tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi dan untuk sintesa lemak. Asam butirat di dalam epithel rumen akan dikonversi menjadi asam b-hidroksibutirat dan asetoasetat, kemudian dalam peredaran darah dalam bentuk badan-badan keton yang nantinya digunakan sebagai sumber energi dan sintesa lemak tubuh. Sedangkan produk metabolis yang tidak dimanfaatkan oleh ternak yang pada umumnya berupa gas akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi.
Namun yang lebih penting ialah mikroba rumen itu sendiri, karena biomas mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi ternak ruminansia dimana 2/3 – 3/4 bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari protein mikroba.
A.       Asetat
Asetat merupakan produk akhir fermentasi serat. Bahan pakan dengan kandungan serat tinggi namun rendah energi menghasilkan ratio asetat : propionat yang tinggi. Asetat diperlukan untuk memproduksi lemak susu.
B.      Propionat
Propionat merupakan produk akhir fermentasi gula dan pati. Sebagian besar energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi laktosa diperoleh dari propionat. Bahan pakan dengan kandungan karbohidrat mudah terfermentasi yang tinggi akan menghasilkan propionat dan butirat relatif lebih tinggi daripada asetat.



C.       Butirat
Butirat dimetabolisme dalam hati menjadi badan keton. Badan keton digunakan sebagai sumber energi untuk pembentukan asam lemak, otot kerangka, dan jaringan tubuh lain.

2) Gas
Karbohidrat (CO2) dan methan dihasilkan selama fermentasi karbohdidrat yang dibuang melalui dinding rumen atau hilang melalui eruktasi atau sendawa, namun sebagian CO2 dapat digunakan mikroba intestin dan ternak untuk mempertahankan kandungan bikarbonat saliva. Metagonesis rumen menggambarkan sebuah mekanisme alternatif melalui penurunan metan yang setara untuk bakteria fermentasi karbohidrat. Jika metanogenis dihambat, hidrogen terakumulasi, dehidrogenase terhambat, dan fermentasi bakteria karbohidrat memanfaatkan mekanisme lain agar pelepasan seimbang (seperti: dehidrogenase dari produksi propionat). Penambahan biji-bijian pada pakan ruminansia menyebabkan turunnya metan dan meningkatkan produksi propionat.
Volatile fatty acid yang diproduksi selanjutnya akan diserap secara langsung kedalam dinding rumen melalui epithel rumen dan dimetabolisme didalamnya atau dibawa ke hati untuk mengalami metabolisme lanjutan.

2.2. Pencernaan Protein
Protein adalah senyawa organik yang sangat komplek dengan berat molekul tinggi. Seperti halnya karbohidrat dan lemak, protein tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O. Umumnya protein mengandung 16% unsur N dan kadang-kadang mengandung unsur fosfor atau sulfur.

2.2.1. Pencernaan Protein Pada Unggas
Pencernaan pada unggas dimulai dari paruh dan diakhiri pada kloaka. Setelah makanan melewati paruh akan disimpan sementara dalam tembolok, kemudian makanan akan menuju bagian proventrikulus atau yang akan mengalami proses pencernaan hidrolitis atau enzimatis. Pencernaan tersebut dimulai dengan kontraksi otot proventrikulus yang akan mengaduk-aduk. makanan dan mencampurkannya dengan getah pencernaan yang terdiri atas HCl dan pepsinogen (enzim yang tidak aktif). Apabila bereaksi dengan HCl, pepsinogen akan berubah menjadi pepsin (enzim aktif). HCl dan pepsin akan memecah protein menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti polipeptida, proteosa, pepton dan peptida. Aktivitas optimum pepsin dijumpai pada pH sekitar 2,0. Apabila makanan sudah berubah menjadi kimus (bubur usus dengan warna kekuningan dan bersifat asam) maka kimus akan didorong masuk ke ventrikulus.
Dalam ventrikulus kimus akan mengalami proses pencernaan mekanis dengan cara penggilasan dan pencampuran oleh kontraksi otot-otot ventrikulus. Setelah itu, kimus kemudian didorong ke dalam usus halus. Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum. Kimus kemudian akan bercampur dengan empedu yang dihasilkan oleh sel hati. Fungsi garam empedu adalah untuk menetralkan kimus yang bersifat asam dan menciptakan pH yang baik (sekitar 6 sampai dengan 8) untuk kerja enzim pankreas dan enzim usus. Pankreas menghasilkan endopeptidase berupa enzim tripsinogen dan kimotripsinogen. Enzim tripsinogen apabila bereaksi dengan enterokinase akan berubah menjadi tripsin. Setelah terbentuk, tripsin akan membantu meneruskan aktivasi tripsinogen, dan tripsin sendiri mengaktifkan kimotripsinogen menjadi kimotripsin. Berbagai enodpeptidase yaitu, pepsin, tripsin dan kimotripsin akan memecah ikatan-ikatan di dekat asam amino tertentu.
Lebih dari 60 persen protein dicerna di dalam duodenum sisanya dicerna di dalam jejunum dan ileum. Makanan yang tidak dicerna akan didorong memasuki usus besar. Penyerapan dimulai dengan kejadian pembesaran usus akibat kehadiran kimus. Pada mukosa terdapat banyak vilus (jonjot) kecil berbentuk jejari tempat terdapat banyak pembuluh darah dan pembuluh limfa kecil. Lipatan sirkular dalam mukosa usus, vilus dan mikrovilus membentuk suatu tempat yang sangat luas untuk absorpsi (penyerapan). Produk akhir dari pencernaan protein adalah asam amino dan peptida.
Secara umum asam-asam amino setelah diserap oleh usus akan masuk kedalam pembuluh darah, yang merupakan percabangan dari vena portal. Vena portal membawa asam-asam amino tersebut menuju sinusoid hati, di mana akan terjadi kontak dengan sel-sel epitel hati. Darah yang berasal dari sinusoid hati kemudian melintas menuju ke sirkulasi umum melalui vena-vena sentral dari hati menuju ke vena hepatik, yang kemudian masuk ke vena kava kaudal.

2.2.2. Pencernaan Protein Pada Ruminansia
Protein pakan di dalam rumen akan mengalami hidrolisis menjadi asam amino dan oligopeptida. Selanjutnya asam amino mengalami katabolisme lebih lanjut dan menghasilkan amonia, VFA, dan CO2. Pada dasarnya, sebagian protein yang masuk ke dalam rumen akan mengalami degradasi oleh enzim proteolitik yang diproduksi oleh mikroorganisme rumen, enzim protease bakteri rumen selalu melengket pada sel, namun berada pada bagian permukaan sel, sehingga menyebabkan terjadi kontak langsung dengan substrat.
Produksi fermentasi berupa VFA dan NH3 erat kaitannya dengan sintesis protein mikroba rumen yang kemudian akan tersalurkan ke pasca rumen dan menjadi sumber asam amino bagi ternak induk semangnya dan sekitar 75% VFA diserap ternak dan dipakai sebagai suber energi utama. Sebagian mikroba dapat memanfaatkan oligopolisakarida untuk membuat protein tubuhnya, namun sebagian lagi oligopolisakarida tersebut dihidrolisa lebih lanjut menjadi asam amino. Lebih kurang 82% mikroba rumen dapat menggunakan nitrogen amonia. Karena itu, mikroba lebih suka merombak asam amino menjadi amonia. Proses deaminasi asam amino menjadi asam keto Alfa dan amonia berlangsung lebih cepat dalam proteolisis. Karena itu setiap saat kadar asam amino bebas dalam rumen selalu rendah. Penggunaan NPN sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein protein mikroba rumen akan efektif, jika keadaan ransum rendah kandungan protein dan cukup tersedia energi serta mineral. Amonia yang dibebaskan didalam rumen selama proses fermentasi dalam bentuk ion NH4 maupun dalam bentuk tak terion sebagai NH3. Apabila amonia dibebaskan dengan cepat, maka amonia diabsrobsi melalui dinding rumen dan sangat sedikit yang dipakai oleh bakteri.
Sumber lain amonia dalam rumen adalah melalui hidrolisa urea yang dapat berasal dari saliva atau makanan. Amonia yang lepas dari reticulo-rumen tidak dapat disintesis kembali menjadi protein di dalam bagian posterior saluran pencernaan. Sekitar 47% sampai 71% dari nitrogen yang ada di dalam rumen berada dalam bentuk protein mikroba.


2.3. Pencernaan Lemak
Lemak merupakan sumber energi penting dalam ransum ternak ruminansia.  Beberapa tahun terakhir ada kecenderungan menggunakan suplementasi lemak untuk meningkatkan kandungan energi ransum.  Lemak merupakan zat makanan yang biasanya terdapat dalam jumlah kecil dalam  makanan  ternak (50 gram/kg BK).  Pada pakan ternak ruminansia, lemak terdapat dalam  hijauan  maupun  konsentrat atau pakan tambahan. Kandungan lemak dalam  hijauan  pakan berkisar 3-10 % yang terdiri dari glukolipid. Pakan hijauan dan biji-bijian umumnya berbentuk lemak tidak jenuh. 
Lemak pada daun didominasi oleh  asam linolenat, linoleat dan oleat. Lemak dalam konsentrat (biji-bijian) kaya kandungan asam  linoleat.  Untuk memenuhi kebutuhan ternak akan energi sering petani menambahakan minyak dalam ransum. Lemak mengandung  energi yang tinggi dan merupakan sumber energi yang murah dibandingkan zat makanan lain seperti karbohidrat.  Sering dipertanyakan apakah kualitas ransum atau kualitas produk yang dihasilkan (susu dan daging) dipengaruhi oleh suplementasi lemak.  Jawabannya sangat tergantung pada  jenis ternak dan tipe produksi.  Hubungan lemak ransum dengan lemak yang terdapat pada produk, berbeda antara ternak non ruminansia dan ruminansia, juga antara ternak muda dan ternak dewasa.

       Pencernaan Lemak dalam rumen
Kebanyakan lipid pada  ruminan masuk ke duodenum sebagai asam lemak bebas dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Monogliserida adalah asam lemak yang dominan pada monogastrik. Pada ruminansia lemak mengalami hidrolisis di dalam rumen, sehingga sangat sedikit terdapat pada ternak ruminansia
Lemak yang terdapat dalam rumen ternak ruminansia terdiri atas  lemak  pakan (80,3%), lemak  ptotozoa (15,6 %) dan lemak bakteri (4,3 %).  Metabolisme lemak dalam rumen memiliki dampak yang besar terhadap profil asam lemak yang tersedia untuk diserap dan digunakan oleh jaringan tubuh ternak.  Pencernaan lemak pada ternak ruminansia dimulaididalam rumen.  Lemak dalam rumen akan mengalami dua proses penting yaitu hidrolisis dan biohidrogenasi.

Description: https://2.bp.blogspot.com/-eZdU8q9wjG8/VxcwOl5Q4GI/AAAAAAAAEAA/eJJQNMNpOgQLs1qaU2bxOBw8JsQvJ5dPACKgB/s320/Rumi.png

a.    Hidrolisis (Lipolisis)
Pertama kali  lemak dari pakan masuk  ke dalam rumen maka langkah awal dari metabolisme lemak adalah hidrolisis ikatan ester dari triglicerida, phospholipid dan glikolipid. Hidrolisis dari lemak pakan umumnya dilakukan oleh bakteri rumen, dan sangat sedikit sekali bukti yang meninjukkan keterlibatan protozoa dan fungi dalam hidrolisis lemak.  Proses hidrolisis (lipolisis) lemak dalam rumen oleh lipase mikroba rumen, akan menghasilkan asam lemak, gliserol dan galaktosa yang siap dimetabilisme lebih lanjut oleh bakteri rumen.  
Asam lemak tak jenuh (linoleat dan linolenat) akan dipisahkan dari kombinasi ester, galaktosa dan gliserol dan akan difermentasi menjadi VFA. Bakteri yang paling berperan dalam hidrolis lemak adalah Anaerovibrio lipolytica yang menghidrolisis trigliserida dan Butyrivibrio fibrisolvens  yang berperan dalam menghidrolisis  phospholipid dan glikolipid. Proses hidrolisis. dalam rumen berlangsung cukup tinggi namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatannya seperti meningkatnya level lemak dalam ransum maka hidrolisis menurun, pH rumen yang rendah dan ionophor yang menghambat aktivitas dan pertumbuhan bakteri.

b.    Hidrogenasi
Proses hidrolisis (lipolisis) lemak dalam rumen oleh lipase mikroba rumen, akan menghasilkan asam lemak, gliserol dan galaktosa yang siap dimetabilisme lebih lanjut oleh bakteri rumen.   Hidrogenasi umumnya terjadi pada tingkat lebih lambat dari lipolisis, namun asam lemak tak jenuh ganda sedikit yang hadir dalam rumen.
Sebagian besar asam lemak esensial akan rusak oleh karena proses biohidrogenasi, namun ternak tidak mengalami defisiensi. Sebagian kecil asam lemak esensial yang lolos dari proses di dalam rumen, sudah dapat memenuhi kebutuhan ternak.

2.4. Pencernaan Mineral
Mineral merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain dari karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang jumlahnya mencapai 95% dari berat badan. Jumlah seluruh mineral dalam tubuh hanya sebesar 4% (Piliang, 2002). Mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar, semua senyawa organik akan rusak; sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2). Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam anorganik (Davis dan Mertz 1987)
Dalam tanaman, konsentrat sereal dan bahan pakan lain terutama yang berasal dari hijauan, makro dan mikro mineral diikat oleh protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa biologis aktif lainnya. Dalam air dan suplemen mineral terdapat sebagai senyawa anorganik.
Selama proses pencernaan pakan/zat makanan oleh enzim, maka mineral organik yang terikat akan dikeluarkan dari sel tanaman, sedangkan garam-garam anorganik bergabung kedalam komplek biologi. Penyerapan dalam usus halus disertai dengan perubahan senyawa dan bentukan mineral. Mineral-mineral tersebut kemudian masuk ke dalam darah dan limfa dalam bentuk aktif, dan ditransportasikan ke berbagai organ.
Selama proses metabolik, mineral (dengan jumlah terbatas) hasil transfer dari suatu organ, kemudian disimpan dalam jaringan tubuh, bulu, jaringan bertanduk, selanjutnya diekskresikan ke dalam susu, saliva, feses, dan urin. Dengan demikian, mineral akan dijumpai dalam seluruh organ dan jaringan. Lancarnya metabolisme mineral makro dan mikro akan membantu optimalisasi keseluruhan tipe metabolisme sehingga akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan perkembangan ternak muda, produktivitas ternak dewasa lebih tinggi, kapasitas reproduksi berkembang, dan juga akan memperbaiki kehidupan ternak.










BAB III. PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Pencernaan adalah penguraian bahan makanan kedalam zat – zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan tubuh. Fungsi utama pencernaan adalah memecah molekul kompleks dalam makanan menjadi molekul yang lebih sederhana agar dapat diserap dan digunakan tubuh.
Saluran pencernaan terbentang dari bibir sampai dengan anus. Bagian-bagian utamanya terdiri dari mulut, pangkal kerongkongan, kerongkongan, lambung, usus kecil dan usus besar. Panjang dan rumitnya saluran tersebut sangat bervariasi diantara spesies.


















DAFTAR PUSTAKA

Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Copper. p. 301− 364. In W. Mertz (Ed.) Trace Elements in Human and Animal Nutrition.
Griinari JM, Corl BA, Lacy SH, Chouinard PY, Nurmela KV, Bauman DE. Conjugated linoleic acid is synthesized endogenously in lactating dairy      cows by delta(9)-desaturase. J Nutr. 2000;130:2285–91.

Jenkins TC, Palmquist DL. Effect of fatty acids or calcium soaps on rumen and total nutrient digestibility of dairy rations. J Dairy Sci. 1984;67:978–86. CrossRefMedline

O'Hea EK, Leveille GA. Significance of adipose tissue and liver as sites of fatty acid synthesis in the pig and the efficiency of utilization of various substrates for lipogenesis. J Nutr. 1969;99:338–44.
Piliang, W. G. 2002. Nutrisi Vitamin. Volume I. Edisi ke-5. Institut Pertanian               Bogor Press, Bogor
Polan CE, McNeill JJ, Tove SB. Biohydrogenation of unsaturated fatty acids by rumen bacteria. J Bacteriol. 1964;88:1056–64.

Shorland FB, Weenink RO. The effect of sheep-rumen contents on unsaturated fatty acids. Biochem J. 1957;67:328–33.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan keempat. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.


1 komentar: